Five Days School, Siapa Takut??

Tahun Pelajaran 2017/2018, SMK Bina Nusa Slawi menerapkan sistem Five Days School atau biasa disingkat FDS. Sistem FDS membuat siswa yang semula belajar 6 hari di sekolah berganti menjadi 5 hari, Senin sampai Jumat.

Kebijakan penerapan FDS di SMK Bina Nusa termasuk langkah yang berani mengingat di Kabupaten Tegal baru sekolah negeri saja yang memberlakukan FDS.

Pro dan kontra dari berbagai kalangan mucul sejak pertama kali FDS ini diberlakukan oleh Pemerintah. Kelompok yang mendukung FDS beralasan bahwa program FDS adalah solusi agar anak dapat terjaga pergaulannya. Menghabiskan waktu lebih banyak di sekolah diharapkan bisa membuat siswa terbentengi dari peredaran narkoba maupun seks bebas yang sekarang sudah marak terjadi di kehidupan remaja. Sedangkan kelompok yang menentang beralasan FDS akan membuat siswa jenuh, terbebani dan bosan karena dijejali berbagai macam pelajaran dari pagi sampai sore. Selain itu, FDS dianggap merenggut hak anak untuk bisa beristirahat siang.

Sebagai sekolah yang menerapkan FDS, Siswa – siswi SMK Bina Nusa pun turut merasakan suka duka selama menjalani masa FDS. Apa saja?

SUKA

Five Days School yang diangggap membebani siswa oleh penentangnya, ternyata memiliki sisi menyenangkan bagi mereka yang menjalani, diantaranya :

  1. Teman.

Meskipun gadget telah menyita sebagian besar waktu kita, kehadiran teman tetaplah tidak bisa tergantikan. Dengan adanya FDS, siswa – siswi dapat menghabiskan waktu lebih lama bersama dengan teman mereka. Alhasil, kenangan yang tercipta selama masa sekolah pun akan semakin banyak.

  1. Hari Libur.

Siapa yang tidak suka libur? Setelah lelah belajar, waktu libur tentu menjadi saat yang paling dinantikan oleh  seluruh warga sekolah.

Pada program FDS siswa diberikan jatah libur sebanyak 2 hari dalam sepekan, yaitu Sabtu dan Minggu.  Tidak boleh ada kegiatan belajar mengajar ataupun ekstrakurikuler yang dilaksanakan di Hari Sabtu. Harapannya, hari Sabtu dan Minggu dapat digunakan oleh para pelajar untuk berkumpul dengan orang tua, membantu pekerjaan rutin di rumah dan hal – hal positif lain.

  1. Pergaulan

Sebelum adanya FDS,  siang hari Siswa sudah berada di rumah. Artinya, saat sore hari atau bahkan sepulang sekolah mereka memiliki cukup waktu untuk pergi bermain bersama dengan teman – temannya. Sayangnya, pergaulan yang semakin bebas seringkali justru menjadi bumerang bagi perkembangan remaja. Mereka seringkali terpengaruh pada hal – hal negatif seperti : merokok, nongkrong dan aktivitas lain yang tidak produktif.

“Setelah FDS saya jadi jarang main keluar. Tapi saya malah seneng soalnya saya jadi nggak pernah lagi pergi – pergi yang nggak jelas tujuannya.” Tutur Siti Anisah, siswi kelas XII Multimedia.

  1. PR

Pemerintah memahami bahwa FDS telah banyak menyita waktu, tenaga dan pikiran peserta didik. Untuk itulah, pada program FDS, guru tidak diperkenkan memberi Pekerjaan Rumah (PR) yang sifatnya memberatkan siswa. Waktu panjang yang telah peserta didik lewati selama di sekolah dirasa susah cukup untuk meningkatkan kemampuan akademis mereka.

  1. Ekstrakurikuler

Nilai – nilai akademis saja tidak cukup sebagai bekal siswa menghadapi era globalisasi. Mereka membutuhkan wadah untuk menyalurkan bakat, sehingga mereka dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki.

Pada sistem FDS, Ekstrakurikuler merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran di sekolah.

DUKA

  1. Lelah

Tidak dapat dipungkiri, jam sekolah yang semakin panjang telah menguras energi siswa. Lelah yang mereka rasakan di ujung hari membuat beberapa siswa  tidak mempunyai cukup tenaga lagi untuk mengerjakan tugas rutin rumah, seperti : menyapu, mengepel  ataupun mencuci.

  1. Makanan

Banyak siswa yang mengeluh bahwa mereka tidak bisa makan sayur di siang hari setelah diberlakukannya FDS. Sebuah status di Facebook yang berisi tentang kerinduan seorang siswa makan sayur asem di siang hari bahkan pernah viral di dunia maya.

  1. Tidur Siang

Pulang sore setiap hari membuat para siswa tidak bisa lagi menikmati  tidur siang. Siang hari mereka sekarang diisi dengan belajar dan belajar…

Meskipun demikian, FDS ternyata bagi sebagian siswa tidak terlalu berdampak bagi keseharian mereka.

”Saya sebagai anak Farmasi sih sudah terbiasa pulang sore karena pelajarannya memang banyak. Jadi FDS atau nggak ya…sama saja!” tutur Widya, siswa kelas XI Farmasi.

Hal senada pun diutarakan oleh  Kiki, siswa kelas XI Multimedia yang termasuk dalam anggota OSIS SMK Bina Nusa Slawi.

“FDS?? Hahaha…nggak banyak komentar, lah. Sudah biasa pulang sore, kadang malah maghrib soalnya bahas kegiatan OSIS.”

Suka duka atau nilai positif dan negatif yang muncul sebagai dampak dari program FDS tentu akan menjadi referensi bagi Pemerintah untuk penentuan langkah kebijakan selanjutnya. Apakah dilanjutkan, disempurnakan atau diganti dengan sistem baru yang lebih baik. Hal tersebut semata – mata dilakukan demi menemukan formula yang tepat untuk mewujudkan sistem pendidikan Indonesia yang lebih maju dan terarah.

Tapi kalau dilihat dari ulasan di atas tentang suka duka FDS, ternyata lebih banyak poin ‘suka’ daripada ‘duka’, ya?

Jadi, Five Days School? Siapa takut?!

 

Ditulis oleh : Dyan Arfiana

One thought on “Five Days School, Siapa Takut??

Leave a Reply to bms Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *